Baksow

Sore hari di sebuah perkampungan pinggir kota yang mulai kumuh dipadati manusia, beranak-pinak tak terkendali, saling berebut lahan untuk ditempati. Berlomba-lomba dalam kompetisi tidak resmi untuk memperkaya diri. Kampung penuh hasrat dan ambisi.
Sinar matahari melembutkan sengatnya lebih bersahabat, dihalangi awan yang bergandengan tidak tertib menyebrangi cakrawala meninggalkan ruang kosong berwarna biru diantara putihnya iring-iringan kapas terbang. Terlihat seekor burung dara berduel sengit dengan sebuah layangan koang untuk mementukan siapa raja langit yang sebenarnya di wilayah itu. Hembusan semilir angin sore sibuk berpatroli ke tiap sudut kampung memastikan tiap warganya dapat dilayani dengan baik lewat sensasi sejuk yang diberikannya.
W u u  u   u    u      s        s ~~~
Kehidupan warga kampung melenggang seiiring sore datang. Manandakan bahwa warganya akan rehat sejenak sambil ngopi di beranda diiringi canda tawa tetangga dan dikeluarkannya para bocah dari penjara yang bernama bobok siang untuk pergi berburu layangan atau main bola. Terlihat bapak-bapak buncit dengan kaos kutang kekuningan dan celana pendek asoy menyapu dedaunan dari pohon rambutan, ketapang, dan nangka yang berguguran di halaman dan jalanan dekat rumahnya untuk kemudian dibakar. Ritual yang aneh, kenapa juga tiap bapak-bapak di Nusantara melakukan itu? Asap hasil bakaran dedaunan segera menyebar ke seantero kampung, meriangkan paru-paru bocah-bocah yang sedang bermain tiple disekitarnya. Aromanya singgah tanpa permisi di jemuran-jemuran warga tanpa pemberitahuan terlebih dahulu meninggalkan bau asep pada pakaian yang baru dicuci.
Nampak bapak-bapak lain menyirami jalanan dengan air got dengan maksud mengurangi debu yang ditimbulkan pengguna jalan saat melintas di atasnya, menimbulkan bau tak sedap khas aer comberan. Jika tak ada air got, maka air selang, jika tak ada pun, air ludah pun jadi. Cuih cuih!
Seiring sore makin banyak tukang jualan bermacam makanan hilir mudik keluar masuk gang menjajakan dagangannya. Dibunyikannya alat musik khas dari tiap jenis dagangan untuk menarik pelanggan.
Tong tong tong!
Melangkah lincah sepasang kaki kurus seorang pemuda di sebuah gang kumuh yang tidak sempit dan juga tidak lebar, cukup untuk satu mobil dan sebuah sepeda roda tiga, dengan langkahnya yang agak tergesa.
Tong tong tong!
“Bang! Oi, tunggu woii!!” nampak pemuda yang diketahui bernama Abdul Putera Waluyo alias Abdul alias Bedul —yang dari nama belakangnya dapat diketahui siapa nama bapaknya tersebut, berusaha meneriaki tukang jualan yang belum diketahuinya secara pasti karena hanya suara ‘tong tong tong’ yang dihasilkan si abang misterius ini sumber informasinya yang menandakan bahwa-ada-orang-jualan-dan-gua-mau-beli. Pemuda ini bergegas dari beranda rumahnya menuju sumber suara, berharap sang abang menjual apa yang dia inginkan, bakso!
“Woi beli woooii!” panggilnya sekali lagi dengan suara ketinggian saking semangatnya, membuat sekumpulan bebek yang sedang kopdar tertawa melecehkan ‘wkwkwkwk’.
tong tong tong
tong tong’
tong’ suara ketokannya mulai samar, si abang penjual mulai jauh nampaknya.
“Oy cil, panggilin abangnyaa!” perintah Abdul alias Bedul kepada seorang bocah yang ditemuinya di depan, cukup jauh darinya namun cukup dekat dengan abang misterius. Bocah yang sedang berlari riang menggiring bola plastik berpola simbol Nazi tersebut merasa terusik oleh perintah dari pemilik suara yang agaknya kurang berwibawa.
“Bola adalah temen, temen adalah bola,”
“Chakep” balas Bedul berhenti dari jalan cepatnya, pikirnya si bocah memang ingin berpantun.
“Lu siapa men, muka lu kayak bala bala!”
“Eh bangke lu!” balas Bedul tertahan. “Emang ya bocil jaman sekarang” maki Bedul dalam sanubari seiiring langkahnya yang dipercepat gemas, memburu bocah kurang ajar tersebut.
“Bego lo!” hardik Bedul sambil menoyor pala bocah beringus hijau tosca tadi hingga kepalanya mundur 10km diiringi tangisan pemanggil bantuan, “EMAAaaaAaaaAAK, huweee ;(((”.
Mendeteksi adanya ancaman Bedul langsung cabut secepat kilat menggunakan teknik lari ninja Konoha dengan badan condong ke depan dan kedua tangan direntangkan ke belakang. Tak lama kemudian Bedul sudah sampai di mulut gang, dipikirnya ampuh sekali cara lari ala ninja ini, dan berjanji dalam hati akan menggunakannya di lain waktu untuk pulang kampung.
Setelah celingukan mencari apa yang selama ini ia cari, akhirnya ditemukanlah abang jualan tersebut yang sedang melayani pelanggannya.
 “AHA!, itu diaa,
bakso bakso baksoooow aku datang!” jerit Bedul dalam hati penuh harap.
“Hey, abang tukang baksow! Dipanggilin juga dari dalem gang dari tadi, heheh” seraya menepuk pundak si abang misterius sok kenal, yang sampai saati itu pun belum diketahui sebenarnya makanan apa yang ia dijual.
“Hah?” si abang bingung terheran-heran.
“Hah?” pelanggannya si abang juga.
“Hah?” Bedul ikutan.
“Hah?” Penulis bingung.
“Hah?” pembaca juga.
“Lho, dek? Saya ga jual bakso, saya jual ayam geprek” Akhirnya kita bisa panggil abang ini sebagai abang ayam geprek (bangprek), tidak abang misterius lagi soalnya abang misterius kepanjangan xixixi dasar penulis bloon.
“Hah?? Kok ayam geprek suaranya ‘tong tong’ ??”
“Biar banyak yang ketipu kayak situ wokwok, kirain bakso taunya ayam geprek. Makin laku deh dagangan saya heheh”
“Iya mas, saya juga ketipu tadi. Tapi karena udah terlanjur, ya, saya beli aja deh daripada malu heheh” timpal mba pembeli yang ternyata tertipu lebih dulu.
“Haha kena deh” ucap bangprek ala Panji Pragiwaksono sambil menjentikkan jari telunjuk dan jempol sehingga membuat gestur pistol dan menodongnya ke arah mba-nya.
“Pantek” umpat Bedul.
“Kasar gasuka”
“Lagian mana ada ayam geprek dijual keliling begini?????”
“Yaude jadi beli kaga?”
“Kaga dah, orang pengennya bakso.” Ucap Bedul kecewa seraya meninggalkan bangprek dan mba-nya.
“Yaudeh, gih dah sono lu, miskin”
“Ish kok doi ga malu sih, tau gitu gue juga ga jadi beli tadi” mba-nya menyesal dalam hati, pengen ikutan gajadi beli tapi gengsi.
Bedul pun kembali memasuki gang menuju rumahnya sambil misuh-misuh dalam hati “Tai lah ada-ada aja segala ada tukang ayam geprek keliling ketipu gua sialan suaranya sama pula kayak kang bakso sempak memang bangprek tadi bangke”
Waktu sedang asik misuh-misuh tiba-tiba Abdul dikejutkan oleh seruan bocah di depannya.
“Maak, itu mak orangnya mak, ituu!” seru bocah beringus tosca yang Bedul toyor tadi, kali ini bantuannya telah datang dan bersama-sama bersiap untuk menuntut balas. “Wooy sini luu ayaam!!” seru si bocil makin semangat, merasa tak terkalahkan berkat backing-annya tersebut.
Bedul melihat ancaman tersebut langsung ber-holly shiiit dan putar arah, cabut menggunakan teknik lari ala ninja yang sebelumnya ia gunakan untuk menjauh.
“hah hah hah hah hah... alhamdulillah selamat” Dalam keadaan yang masih ngos-ngosan Bedul menyempatkan diri untuk melakukan syujud syukur karena sudah terhindar dari malapetaka yang mengancam nyawa.
Tiba tiba, “Allahuakbar Allahuakbar!” Suara adzan magrib berkumandang
“Tong, ya Allah, sholatnya di musholah bukan di tanah emang lagi cetak gol lu selebrasi” kejut seorang kakek yang bila dilihat dari outfit-nya dapat dipastikan hendak pergi sembahyang ke musholah yang tak jauh dari tempatnya sekarang.
“Eh e-engga kong tadi saya nganu hehe abis ituan gituloh” terbata-bata seraya bangkit dari sujudnya.
Sang ngkong berlalu begitu saja sambil meng-gila ni bocah-kan Bedul yang baru sadar kalau sudah masuk waktu magrib yang artinya ia harus segera pulang agar tidak diculik wewe gombel.
Saat kakinya mulai beranjak pulang, lensa mata Bedul menangkap sosok gadis cantiiik sekali di depannya yang memakai mukena atasan dan membawa tas kecil untuk menaruh mukena bawahan. Sosok gadis itu mendekat, begitu juga Abdul Putra Waluyo. Mereka saling mendekat hingga akhirnya berpapasan di gang yang memang tidak begitu lebar. Si gadis jadi orang pertama yang melemparkan senyumnya yang lebih manis dari gulali merah dalam genggaman anak TK setelah kelas usai. Terkesan manis dan menyenangkan. Abdul pun tak mau kalah dan membalasnya dengan senyum yang dimanis-manisin layaknya air kelapa tanpa es yang diberi gula biang kebanyakan. Terkesan tidak menyegarkan dan bikin batuk. Yah, setidaknya dia sudah berusaha.
Begitu mereka saling melewati satu sama lain dan terpisah hingga jarak beberapa meter kemudian Bedul teringat sebuah mitos; jika cewek liat kebelakang setelah papasan berarti dia ada ketertarikan. Dan segeralah Abdul melihat ke belakang, dan tak disangka gadis tadi juga melakukan hal yang sama! Cie ciee Abdul ihiw.
“Eh duit infak gue jatoh” tanggapnya seraya membailkkan badan mengais uangnya kembali.
Duh, rupanya dia balik ke belakang untuk ambil uangnya yang jatuh tertiup angin! Tentu kejadian tersebut tanpa sepengetahuan Bedul. Ckck, kesian deh lu dul.
Karena sudah terlanjur semangat, muncullah niat untuk kenalan. “Eh, tapi udah magrib”, ia teringat nasihat orang tuanya kalau tidak segera pulang nanti bakal diculik wewe. Maka ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu.
Well, maybe not today” Batin Abdul bijak.
Abdul pun pulang dengan suka cita meski ia melewati sore harinya dengan cukup aneh gegara ngejar tukang bakso gadungan, namun berkat itulah ia bertemu gadis cantik yang namanya pun belum diketahui.
Selesai.
Bersambung (kayaknya)



*Pesan moral :
1.       Jika ingin membeli jajanan kenali dulu makanan apa yang dijual.
2.       Jangan cari perkara sama bocil yang ingusnya warna ijo tosca.
3.       Gengsi merugikanmu.
4.       Jangan sujud di tengah jalan.
5.       Diculik wewe gombel hanyalah urban legend belaka, jadi gaperlu khawatir ya guys ok.
 
lanjut kagak?

Komentar

Posting Komentar

yang komen dapet jodoh

Postingan populer dari blog ini